OpinionDay #62
Oleh : Fauzi Arif RH (SSG-004)
Ketika organisasi dalam situasi yang tidak baik dan akan melakukan turnaround management, biasanya tindakan awal yang segera diambil adalah yang dikenal dengan sebutan stop bleeding yang dimaknai dengan menghentikan pengeluaran-pengeluaran. Istilah ini diambil dari istilah kesehatan yakni ketika seseorang dalam pendarahan, maka langkah yang segera dilakukan adalah menutup pendarahan sebelum melakukan tindakan medis lain. Dalam edisi yang lalu “Turnaround Management: An Overview” kita sedikit berdiskusi tentang turnaround dan 7 (tujuh) aspek penting dalam Turnaround menurut Slatter dan kawan-kawan dalam bukunya Leading Corporate Turnaround. 7 (tujuh) aspek penting tersebut adalah Crisis Stabilisation, New Leadership, Stakeholder Management, Strategic focus, Crritical Process Improvement, Organizational Change dan Financial restructuring.
Coba kita bahas secara singkat satu per satu ya.
New Leadership (Kepemimpinan yang baru)
Kondisi perusahaan yang memburuk disamping disebabkan oleh faktor eksternal, tentu juga karena faktor internal. Umumnya sorotan diarahkan pada pemimpin senior perusahaan yang dinilai tidak mampu menerapkan kepemimpinan yang memadai untuk melakukan langkah-langkah jitu dalam mengantisipasi keadaan. Dalam situasi seperti ini biasanya pemegang saham melakukan penggantian pimpinan perusahaan dengan harapan bisa melakukan langkah-langkah turn-around guna menyelamatkan perusahaan dan mengembalikan pada posisi yang baik. Slatter dan kawan-kawan menyarankan 2 (dua) strategi generic hal ini yaitu mengganti pimpinan puncak atau dikenal dengan sebutan Chief Executive Officer (CEO) dan mengganti Senior Management yang lain. Koq bisa begitu?
Setidaknya ada 2 (dua) alasan kenapa penggantian CEO sering atau mungkin mesti dilakukan yaitu bahwa CEO adalah pihak yang secara prinsip merupakan arsitek dari kegagalan perusahaan sehingga dianggap suatu hal yang mustahil jika CEO tersebut dapat menciptakan suatu solusi dari keadaan yang terjadi. Hal ini bisa saja bahwa CEO tersebut punya style kepemimpinan yang sudah dianggap tidak cocok lagi dengan situasi yang berkembang baik situasi lingkungan ekternal perusahaan maupun internal perusahaan. Alasan kedua dari penggantian CEO adalah pemegang saham ingin mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa sesuatu yang positif sedang dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Tapi senior management koq juga diganti?
Di banyak organisasi, manajemen senior yang biasanya bekerja langsung di bawah CEO atau lingkaran 1 mempunyai karakter dan value yang relatif sama dengan sang CEO dan tidak sedikit pula yang kemudian menjadi penghalang dari sebuah perubahan radikal dalam organisasi perusahaan. Penggantian senior management menjadi perlu juga untuk dlilakukan dengan selektif untuk memuluskan pelaksanaan transformasi perusahaan dengan cepat. Selektif dalam penggantian manajemen senior diharapkan bahwa masih ada yang mengetahui kondisi perusahaan dan dapat memberikan masukan pada tim manajemen yang baru.
Di bawah ini adalah diagram yang dikenalkan Slatter dan kawan-kawan dalam menentukan seleksi dari manajemen yang ada untuk kemudian bergabung dalam tim manajemen turn-aorund perusahaan, yaitu:
Pengambilan keputusan dalam proses seleksi tim manajemen mesti dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menghasilkan tim yang tidak tepat.
Crisis stabilization (Stabilisasi Krisis)
Ketika perusahaan dalam kondisi kurang baik, maka biasanya situasi organisasi penuh goncangan dan kurang kondusif yang disebabkan posisi keuangan yang tidak baik dan lemahnya kendali manajemen. Pimpinan Turn around harus segera mengambil tindakan secara cepat untuk mengembalikan situasi. Hal ini bertujuan antara lain:
1. Mengamankan uang perusahaan dalam waktu pendek dan dengannya diperoleh kesempatan untuk mengembangkan rencana turnaround dan restruksisasi keuangan perusahaan.
2. Membangun kembali kepercayaan pemangku kepentingan dengan menunjukkan bahwa pimpinan senior telah mengendalikan situasi.
Slatter dan kawan-kawan mengidentifikasi 5 (lima) kunci tugas kepemimpinan dalam fase crisis stabilization ini, yaitu:
• Mengambil tongkat kendali
Dalam upaya menyukseskan company turn-around, kendali perusahaan harus segera diambil alih utamanya pada aspek yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. Manajemen puncak perlu segera membuat kebijakan sebagai aturan dasar dalam masa krisis “turn-around” untuk dipatuhi dan semua level menjadi selaras dengan apa yang diinginkan. Hal ini sangat diperlukan agar tidak ada yang bekerja atau mengambil keputusan di luar kendali bahkan kadang semua keputusan yang menyangkut aspek tertentu utamanya yang berhubungan dengan keuangan harus mendapatkan persetujuan dari manajemen puncak. No execution without approval, kira-kira seperti.
• Mengambil Keputusan yang Sulit
Dalam situasi sulit, terkadang informasi yang ada tidaklah sempurna keakuratan dan kelengkapannya. Pimpinan Turn-around tetap dituntut untuk mengambil keputusan yang tepat dengan cepat karena berpacu dengan waktu. Keputusan-keputusan yang mesti dibuat tentu tidak saja pada aspek keuangan tetapi bisa terkait dengan tim pelaksana atau tim operasional yang bertugas mengeksekusi kebijakan dan program yang dicanangkan.
• Menjaga Kepemimpinan yang Visible
Ketika proses turn-around berlangsung dan setelah arah dan kebijakan sudah dicanangkan, pimpinan puncak tetap terus menunjukkan kepemimpinannya serta mulai memberdayakan tim manajemen senior untuk tampil ke permukaan. Pimpinan puncak tetap dituntut untuk tampak dalam perintah, memimpin rapat-rapat penting atau sulit, mengidentifikasi masalah-masalah secara riil time dan membangun komunikasi.
• Menciptakan hasil yang cepat
Untuk menciptakan moral yang tinggi, pimpinan puncak harus mencari dan menciptakan keberhasilan yang secara cepat bisa dirasakan oleh seluruh anggota organisasi atau bahkan bisa diketahui stakeholder yang lain. Hal ini untuk membangun kepercayaan terhadap jalannya program turn-around perusahaan dalam upaya mencapai keberhasilan yang besar.
• Menangani perbedaan
Perbedaan pandangan dan pendapat akan selalu ada dalam setiap organisasi apalagi di organisasi yang bermasalah. Pimpinan puncak mesti punya kemampuan dalam menangani perbedaan pendapat ini dengan segera dan mencegah agar tidak menjadi konflik yang menjurus pada situasi yang destruktif.
Dalam fase crisis stabilization ini, strategi generic yang ditawarkan oleh Slatter dan kawan-kawan meliputi taking control, Cash management, Asset reduction, short term financing dan first step cost reduction. Pimpinan puncak harus memegang kendali dengan kuat pada masa krisis yang dialami perusahaan dan sedikit demi sedikit bisa dilonggarkan ketika keadaan perusahaan sudah memungkinkan dan atau sesuai dengan roadmap turn-around yang digariskan. Aset-aset perusahaan perlu dilihat dengan lebih detail dan dikeluarkan atau dijual jika memang tidak relevan dengan upaya penyelamatan perusahaan. Perusahaan yang decline biasanya punya masalah dalam keuangan dan pada saat itu tentu berat untuk mengubah moncong perusahaan dari menukik ke arah mendatar atau menjulang ke atas. Perusahaan butuh energi yang lebih besar dari biasanya untuk menggerakkan enginenya. Saat itulah pimpinan puncak mesti berupaya sekuat tenaga untuk mendapatkan pembiayaan jangka pendek apakah dari institusi keuangan atau dana segar dari investor. Selanjutnya adalah strategi first cost reduction dilakukan yaitu melakukan prioritas pada kegiatan yang melibatkan aspek keuangan serta kegiatan-kegiatan lain. Setiap aktifitas dievaluasi dengan seksama tingkat kebutuhan dan dampak terhadap kinerja perusahaan dalam jangka pendek.
Itulah 2 (dua) dari 7 (tujuh) aspek atau bumbu dalam turn-around management yang mesti diramu dengan seksama dan hati-hati. Kita akan lanjutkan diskusi tentang aspek atau bumbu yang lain di edisi yang akan datang…
Salam..
Ditulis oleh Fauzi Arif RH (FA-2020-08)
Leave a Reply